Beranda | Artikel
Tidak Asal Mengkritik Anak
2 hari lalu

Tidak Asal Mengkritik Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 25 Ramadhan 1446 H / 25 Maret 2025 M.

Kajian Tentang Tidak Asal Mengkritik Anak

Kritik tentu saja diperlukan—terutama kritik yang membangun. Namun, kritik tidak boleh disampaikan secara sembarangan. Kadang-kadang, orang tua mengkritik anaknya atas hal-hal yang sebenarnya tidak penting atau masih bisa ditoleransi. Tidak semua hal yang tidak berkenan di hati kita harus langsung diungkapkan sebagai bentuk ketidakpuasan.

Yang lebih penting lagi, hindarilah mengkritik anak di depan orang lain—siapapun mereka, bahkan jika itu ayah atau ibunya sendiri, saudara-saudaranya, atau keluarga lainnya. Kritik sebaiknya disampaikan secara pribadi, empat mata jika memungkinkan. Mengkritik anak di hadapan orang lain dapat membuatnya malu, kehilangan harga diri, atau merasa tidak berdaya di depan orang lain.

Jika memang perlu mengkritik, lakukanlah dengan cara yang baik. Kritik seharusnya diarahkan kepada perbuatannya, bukan kepada pribadinya. Gunakanlah bahasa yang persuasif, yaitu bahasa yang mengajak, membimbing, dan bersifat halus—bukan menjatuhkan atau melemahkan mental dan perasaannya.

Perlu diingat, tujuan kita mengkritik adalah untuk membangkitkan semangatnya, memperbaiki kesalahannya, dan membentuk dirinya menjadi lebih baik—bukan untuk meruntuhkannya. Oleh karena itu, para orang tua, guru, dan pendidik harus benar-benar memperhatikan cara mereka mengkritik. Kritik harus:

  1. Tepat sasaran,
  2. Disampaikan dengan cara yang baik,
  3. Tidak menjatuhkan harga diri,
  4. Tidak merusak kehormatan anak.

Demikianlah adab dalam memberikan nasihat. Nasihat yang baik tidak boleh mengandung celaan, hinaan, atau merendahkan. Nasihat harus disampaikan dengan ketulusan, sebagai bentuk keinginan kita untuk melihat kebaikan terjadi pada orang yang kita nasihati. Dalam hal ini, kritik juga termasuk bagian dari nasihat.

Karena itu, jangan sampai kritik yang kita sampaikan memiliki konotasi menyalah-nyalahkan. Jangan sampai kritik kita terkesan ingin membongkar kelemahan atau mempermalukan orang lain, terutama anak-anak atau remaja. Sikap seperti ini justru akan menjatuhkan mental dan rasa percaya dirinya.

Perlu dipahami, anak—terutama remaja—masih berada dalam proses belajar. Mereka belum memiliki banyak pengalaman, sehingga wajar jika mereka sering melakukan kesalahan, bahkan mungkin mengulang kesalahan yang sama. Maka, memang diperlukan pelurusan, nasihat, dan kritik. Namun, semua itu harus dilakukan dengan bijak dan tidak berlebihan. Hindari memberikan kritik yang tidak disertai solusi, karena hal tersebut hanya akan terasa seperti menyalahkan dan menjatuhkan.

Satu hal yang sangat penting dalam menyampaikan kritik adalah penggunaan bahasa. Gunakanlah bahasa yang tepat, yang tidak menyinggung perasaan, dan bersifat persuasif. Kita tidak pernah tahu kondisi hati seseorang saat menerima kritik. Terkadang, kita menganggap bahasa yang kita gunakan itu biasa saja, tetapi bagi orang lain bisa terasa menyakitkan.

Karena itu, berhati-hatilah dalam memilih kata. Gunakanlah kata-kata yang lembut dan bisa diterima. Hindari kata-kata yang terlalu tajam atau menyakitkan. Tidak semua orang mampu menerima kritik yang keras atau pedas. Ada yang bisa, tapi banyak juga yang tidak. Maka, sampaikanlah kritik dengan cara yang penuh empati, karena tujuan kita adalah membimbing, bukan melukai.

Oleh karena itu, gunakanlah kata-kata yang dapat diterima oleh semua orang, terutama oleh orang yang sedang kita kritik. Hal ini penting agar niat baik kita tidak disalahpahami atau diberi konotasi negatif.

Bisa jadi, jika kritik disampaikan dengan cara yang tidak tepat, remaja akan menganggap orang tuanya terlalu sensitif, ingin selalu menang sendiri, atau suka menyalah-nyalahkan. Padahal, yang sebenarnya terjadi hanyalah kesalahan dalam pemilihan kata. Maka dari itu, penting sekali untuk memperhatikan bahasa yang kita gunakan.

Kadang ada kritik yang sebenarnya cukup tajam, tetapi karena disampaikan dengan bahasa yang tepat, orang yang menerimanya tidak merasa diserang atau dijatuhkan. Sebaliknya, ada pula kritik yang sebenarnya ringan, namun karena disampaikan dengan kata-kata yang kasar, menyakitkan, atau terkesan merendahkan, akhirnya terasa berat dan menyakitkan.

Inilah pentingnya memilih kata-kata yang persuasif—kata-kata yang mengajak, membimbing, dan menghimbau dengan lembut. Hindarilah bahasa yang menggurui, menyudutkan, atau mempermalukan. Karena bahasa yang kita gunakan bisa menentukan apakah kritik itu diterima atau justru ditolak mentah-mentah.

Sebagai contoh teladan, mari kita lihat bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salam menyampaikan kritik kepada ayahnya, Azar, yang saat itu membuat dan menyembah berhala. Perhatikan bagaimana lembutnya bahasa yang digunakan Nabi Ibrahim, sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an:

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; ”Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?” (QS. Maryam[19]: 42)

Nabi Ibrahim tidak berkata kasar, tidak menghina ayahnya, bahkan tetap memanggil dengan lembut: “Yā abati” (wahai ayahku tercinta). Ini menunjukkan adab luar biasa dalam menyampaikan kebenaran, walaupun kepada seseorang yang melakukan kesalahan besar.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55038-tidak-asal-mengkritik-anak/